Sifat
Perbuatan Lahiriyah Agampang janma sembayang, nora angel wong angaji, pakewuhe
wong agesang, angadu sukma lan jisim, salang surup urip, akeh wong bisa
celathu, sajatine tan wikan, lir wong dagang madu gendhis, iya iku wong
kandheng ahli sarengat.
Terjemahan
:
Adalah
mudah manusia sembahyang, tidaklah sesulit orang memuji, rintangan hidup adalah
mengadu sukma dan tubuh, salah paham kehidupan, banyak orang bisa bicara,
nyatanya tidak mengetahui, sperti orang berdagang madu gula, orang yang
terhenti sebagai ahli syariat.
Sang
Dyah kasmaran ing ngelmi, tan nyipta pinundhut garwa, amaguru ing batine,
kalangkung bekti ing priya.
Terjemahan
:
Si
cantik gemar belajar ilmu, tidak mengira akan diperistri, dalam hati ia berguru
dan sangat berbakti kepada suami.
Mung
tuwan panutan ulun, pangeran dunya ngakerat.
Terjemahan
:
Hanya
tuan yang kuanut, pujaan di dunia dan akhirat.
Ping
tiga ran bayuara, ya tapaning estri ingkang utami, lire bangkit nyaring tutur,
rembuge pawong sanak, tan ………, kang tinekadken ing driya, pituturing guru laki.
Terjemahan
:
Ketiga
disebut banyuara, yakni tapa istri utama, artinya mampu menyaring kata, tutur
kata sanak saudara, tidak mudah mematuhi dan meiru, dalam hati hanya bertekad
mematuhi nasehat suami.
Dyah Ayu Sujinah lon aturnya, adhuh tuwan nyuwun sihnya sang yogi, tan darbe guru lyanipun, kajawi mung paduka, dunya ngakir tuwan guru laki ulun.
Terjemahan
:
Dyah
Ayu Sujinah berkata perlahan, “aduhai, aku mohan belas kasihan, aku tidak
mempunyai guru lain, kecuali hanya paduka, di dunia dan akhirat, tuanlah
guruku”.
Dyah
Ayu Sujinah umatur ngabekti, langkung nuwun pangandika tuwan, kapundhi ing jro
kalbune, dados panancang emut, karumatan sajroning budi.
Terjemahan
:
Dyah
Ayu Sujinah berkata dengan hormat, “sangat berterimakasih atas penjelasanmu,
kuingat dalam hati baik-baik, dan kulakukan”. Seseorang yang hanya terhenti
pada tahap syariat diibaratkan sebagai berdagang madu gula. Dalam mengarungi
samudera kehidupan, manusia pasti akan mengalami berbagai rintangan yang tidak
cukup diatasi dengan banyak bicara saja tanpa disertai laku amal. Dalam
hubungan suami istri, dilukiskan bahwa keutamaan seorang istri ialah wajib
setia bakti patuh kepada suami. Suami diibaratkan sebagai guru yang harus
dianut tanpa kecuali, dan sebagai pujaan di dunia dan akhirat.istri yang
dipandang utama ialah istri yang mampu menyaring tutur kata orang lain, tidak
mudah terpengaruh siapapun, hanya patuh dan tunduk kepada nasihat suami. Mati
Dalam hidup Laku ahli tarikat, ibarat mati di dalam hidup, semata-mata hanya
mematuhi kehendak Tuhan. Kemudia dijelaskan tentang empat macam tapa, yaitu
tapa ngeli : “berserah diri dan mematuhi sembarang kehendak Tuhan, tapa geniara
: “tidak sakit hati apabila dipercakapkan orang”, tapa banyuara : “mampu
menyaring kata dan tutur kata sanak saudara, tidak terpengaruh orang lain,
hanya mematuhi nasehat suami”, dan tapa Ngluwat : “tidak membanggakan kebaikan,
jasa maupun amalanya”. Terhadap sesama selalu bersikap rendah hati dan tidak
gemar cekcok, lagi pula ia menyadari bahwa setiap harinya manusia selalu harus
pandai-pandai memerangi gejolak hawa nafsu yang akan menjerumuskan dalam
kesesatan. Mempunyai pengertian yang mendalam bahwa pada hakikatnya manusia
sebagai makhluk Tuhan, adalah sama, setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Lakune
ahli tarikat, atapa pucuking wukir, mungguh Hyang Suksma parenga, amati
sajroning urip, angenytaken ragi, suwung tan ana kadulu, mulane amartapa, mrih
punjul samining janmi, wus mangkana kang kandheg aneng tarekat.
Terjemahan
:
Laku
ahli tirakat adalah bertapa di puncak gunung, sekiranya Tuhan meridhoi mati di dalam
hidup, menghanyutkan diri, kosong tidak ada yang terlihat, oleh karena itu
bertapa agar melebihi sesamayan, demikianlah barang siapa yang terhenti pada
tarikat.
Dhihing
ingkang aran tapa, iya ngeli lire pasrah ing Widi, apa karsane Hyang Agung, iya
manut kewala, kadya sarah kang aneng tengahing laut, apa karsaning Pangeran,
manungsa darma nglakoni.
Terjemahan
:
Pertama,
yang disebut tapa ngeli yakni, mengahayutkang diri, artinya berserah diri
kepada Tuhan, sebarang kehendak-Nya patuhi sajalah, ibarat sampah di tengah
laut, sebarang kehendak Tuhan manusia hanya pelaksana semata.
Ping
kalih kang aran tapa , geniara adadi laku ugi, ana dene artinipun, malebu
dahana, lire lamun kabrangas ing ujar …. den ucap ing tangga, apan ta nora sak
serik.
Terjemahan
:
Kedua,
yang disebut tapa geniara menjadi laku juga, adapun artinya ialah masuk kedlam
api, maksudnya jika terbakar oleh kata-kata dan dipercakapkan tetangga tidak
sakit hati.
Ping
tiga ran bayuara, ya tapaning estri ingkang utami, lire bangkit nyaring tutur,
rembuge pawong sanak, tan gumampang anggugu, kang tinekadken ing driya,
pituturing guru laki.
Terjemahan
:
Ketiga,
disebut banyuara, yakni tapanya istri utama, artinya mampu menyaring kata-kata
atau tutur kata sanak saudara, tidak mudah mengikuti dan meniru orang lain,
dalam hati bertekad mematuhi nasehat suami.
Tapa
kang kaping sekawan, tapa ngluwat mendhem sajroning bumi, mengkene ing
tegesipun, aja ngatonken uga, marang kabecikane dhewe puniku, miwah marang
ngamalira, pendhemen dipun arumit.
Terjemahan
:
Tapa
yang keempat adalah tapa ngluwat, memendam diri di dalam tanah, beginilah
maksudnya ; jangan memperlihatkan juga kebaikan diri sendiri, demikian pula
amalmu pemdamlah dalam-dalam.
Lawan
malih yayi sira, dipun andhap asor marang sasami, nyingkirana para padu,
utamane kang lampah, tarlen amung wong bekti marang Hyang Agung, iku lakuning
manungsa, kang menang perang lan iblis.
Terjemahan
:
Lagi
pula dinda, bersikaplah rendah hati terhadap sesama, jauhilah sifat gemar
cekcok, seyogyanya laku itu tiada lain hanya hanya berbakti kepada Tuhan Yang
Maha Agung, itulah laku manusia yang menang berperang dengan iblis.
Iku
benjang pinaringan, ganjaran gung kang menang lawan iblis, langkung dening
adiluhung, suwargane ing benjang, wus mangkono karsane Hyang Mahaluhur, perang
lan iblis punika, sajatining perang sabil.
Terjemahan
:
Kelak
akan mendapat annugerah besar, barang siap menang melawan iblis, sangat indah
mulia surga firdausnya kelak, memang demikianlah kehendak Tuhan yang Mahaluhur,
perang melawan iblis itu nyata-nyata perang sabil.
Yayi
perang sabil punika, nora lawan si kopar lawan si kapir, sajroning dhadha
punika, ana prang bratayudha, langkung rame aganti pupuh-pinupuh, iya lawan
dhewekira, iku latining prang sabil.
Terjemahan
:
Dinda,
perang sabil itu bakan melawan kafir saja, di dalam dada itu ada perang
baratayuda, ramai sekali saling pukul-memukul yaitu perang melawan dirinya
nafsu, itulah sesungguhnya perang sabil. Kutipan diatas bermakna bahwa sebagai
hamba Tuhan sikapnya hendaklah selalu sadar percaya, dan taat kepada-Nya. Dalam
mengarungi samudra kehidupan, agar tidak sesat. Kecuali itu, karena menurut
kodratnya manusia bukan makhluk soliter, yang dapat hidup sendiri, memenuhi
segala kebutuhan sendiri, melainkan adalah makhluk sosial. Dalam tata pergaulan
hidup bermasyarakat hendaklah mematuhi nilai-nilai hidup dan mempunyai watak
terpuji, ialah sabar penuh pengertian, berbudi luhur, rendah hati, tidak
cenderung mencela dan mencampuri urusan orang lain, jujur, tulus ikhlas, tidak
angkuh maupun congkak, tidak iri maupun dengki dan bersyukur atas barang apa
yang telah dicapai berkat ridla Tuhan. Di samping itu hendaklah sadar bahwa
manusia itu bersifat lemah, ibarat wayang yang hanya dapat bergerak atas kuasa
dalang.
Sifat
Ahli Hakikat Lakune ahli hakekat, sabar lila ing donyeki, laku sirik tan
kanggonan, wus elok melok kaeksi, rarasan dadi jati, ingkang jati dadi suwung,
swuh sirna dadi iya, janma mulya kang sejati, pun pinasthi donya ngakir manggih
beja.
Terjemahan
:
Laku
ahli ahli hakikat adalah, sabar ikhlas di dunia, tidak musrik, nyata-nyata
telah tampak jelas,pembicaraan menjadi kesejatian, yang sejati menjadi kosong,
hilang lenyap menjadi ada, manusia mulia yang sejati, telah dipastikan ia
didunia akhirat mendapat kebahagian.
Sang
wiku dhawuh ing garwa, ingkang aran bumi pitung prakawis, kang aneng manungsa
iku, pan wajib kaniwruhan, iku yayi minangka pepaking kawruh, yen sira nora
weruha, cacad jenenge wong urip.
Terjemahan
:
Sang
pertapa berkata kepada istrinya, yang dinamai tujuh lapis bumi, yang ada pada
diri manusiaitu, wajib diketahui, dinda itu sebagai kelengkapan ilmu, jika kau
tidak mengetahuinya, cacad namanya bagi orang hidup.
Bumi
iku kawruhana, ingkang aneng badan manungsa iki, sapisan bumi ranipun,
ingaranan bumi retna, kapindho ingkang aran bumi kalbu, bumi jantung kaping
tiga, kaping catur bumi budi.
Terjemahan
:
Katahuilah
bumi, yang ada pada tubuh manusia itu, pertama namanya bumi retna, yang kedua
bernama bumi kalbu, ketiga bumi jantung, keempat bumi budi.
Ingkang
kaping lima ika, bumi jinem arane iku yayi, kaping nenem puniku, ingaranan bumi
suksma, ping pitune bumi rahmat aranipun, dhuh yayi pupujan ingwang, tegese
ingsun jarwani.
Terjemahan
:
Yang
kelima, bumi jinem namanya, yang keenam dinda, dinamai bumi sukma, ketujuh bumi
rahmat namanya, aduhai dinda pujaanku, artinya ku jelaskan begini.
Ingkang
aran bumi retna, sajatine dhadhanira maskwari, bumine manungsa tuhu, iku
gedhong kang mulya, iya iku astanane islamipun, dene kaping kalihira, bumi
kalbu iku yayi.
Terjemahan
:
Yang
dinamai bumi retna, sesungguhnya dadamu dinda, benar-benar bumi manusia, itu
gedung mulia, menurut islam itu istana, adapun yang kedua, itu bumi kalbu
dinda.
Iku
yayi tegesira, astanane iman ikang sejati kaping tiga bumi jantung, yaiku ing
aranan, astanane anenggih sakehing kawruh, lan malih kaping patira, kang
ingaranan bumi budi.
Terjemahan
:
Adapun
artinya, istana iman sejati ketiga bumi jantung, yaitu dinamai istana semua
ilmu, dan lagi yang keempat, yang dinamai bumi budi.
Iku
yayi, tegesira, astanane puji kalawan dzikir, dene kaping gangsalipun, bumi
jenem puniku, iya iku astane saih satuhu, nulya kang kaping nemira, bumi suksma
sun wastani.
Terjemahan
:
Dinda,
itu artinya istana puji dan dzikir, adapun yang kelima , bumi jinem itu, istana
kasih sejati, kemudian yang keenam, kunamai bumi sukma.
Ana
pun tegesira, astananing sabar sukur ing Widi, anenggih kang kaping pitu,
ingaranan bumi rahmat, kawruhana emas mirah tegesipun, astananing rasa mulya,
gantya pipitu kang langit.
Terjemahan
:
Adapun
artinya, istana kesabaran dan rasa syukur kepada Tuhan, adapun yang ketujuh,
dinamai bumu rahmat, dinda sayang, ketahuilah artinya, istana rasa mulia,
kemudian berganti tujuh langit.
Kang
aneng jroning manungsa, kang kaping pisan ingaranan roh jasmani, dene kaping
kalihipun, roh rabani ping tiga, roh rahmani nenggih ingkang kaping catur roh
rohani aranira, kaping gangsal ingkang langit.
Terjemahan
:
Yang
ada dalam diri manusia, yang pertama disebur roh jasmani, adapun yang kedua roh
rohani, ketiga roh rahmani, yang keempat roh rohani namanya, langit yang
kelima.
Roh
nurani aranira, ingkang kaping nenem arane yayi, iya roh nabati iku, langit
kang kaping sapta, eroh kapi iku yayi aranipun, tegese sira weruha, langit roh
satunggil-tunggil.
Terjemahan
:
Roh
nurani namanya, yang keenam dinda, ialah roh nabati, langit yang ketujuh, roh
kapi itu dinda namanya, ketahuilah artinya langit roh masing-masing.
Tegese
langit kapisan, roh jasmani mepeki ing ngaurip, aneng jasad manggonipun, langit
roh rabaninya, amepeki uripe badan sakojur, roh rahmani manggonira, mepeki
karsanireki.
Terjemahan
:
Arti
langit pertama, roh jasmani memenuhi kehidupan, di tubuh tempatnya, langitroh
rabani, memenuhi hidup sekujur tubuh, roh rahmani tempatnya, memenuhi pada
kehendakmu.
Langit
roh rohani ika, amepeki ing ngelminira yayi, langit roh nurani iku, mepeki
cahya badan, roh nabati amepeki idhepipun, iya ing badan sedaya, langit roh
kapi winilis.
Terjemahan
:
Langit
roh rohani itu, memenuhi dalam dirimu, langit roh nurani itu, memenuhi cahaya tubuh,
roh nabati memenuhi pikiranmu, dan seluruh tubuh, langit roh kapi
disebut-sebut.
Mepeki
wijiling sabda, pan wus jangkep cacahing pitung langit, eling-elingen ing
kalbu, apa kang wus kawedhar, amuwuhi kandeling iman,
Terjemahan
:
Memenuhi
terbabarnya sabda, telah lengkaplah jumlah tujuh langit, ingat-ingatlah dalam
hati, apa yang telah terungkap, menambah tebalnya iman. Laku ahli hakikat
adalah sabar, tawakal, tulus iklas. Pada tahap ini manusia telah mengenal jati
dirinya, yang dilambangkan terdiri dari atas tujuh lapis bumi dan tujuh lapis
langit sebagai kelengkapan ilmu. Kesemuanya berasal dari Tuhan, dan semua itu
menambah tebalnya iman. Wujudnya sebagai wadah ilmu, dan ilmunya ada pada
Tuhan. Manusia yang telah memahami ilmu Tuhan, tidak berpikiran sempit, kerdil
atau fanatik, dan tidak pula takabur. Ia justru bersikap toleran, tenggang
rasa, hormat-menghormati keyakinan orang lain, karena tahu bahwa ilmu sejati,
yang nyata-nyata bersember satu itu, hakikatnya sama. Ibarat sungai-sungai dari
gunung manapun mata airnya, pasti akan bermuara ke laut juga. Sebaliknya
jikalau ia memperdebatkan kulit luarnya, berarti beranggapan benar sendiri, dan
belum sampai pada inti ajaran yang dicari. Orang yang telah sampai tahap
hakikat, tidak munafik dan tidak mempersekutukan Tuhan.
Inkang
ana jroning badan kabeh, pan punika saking Hyang Widi, wujud ingkang pasthi,
wawadhahing ngelmu.
Terjemahan
:
Semua
yang ada di dalam tubuh, itu dari Tuhan, wujud yang pasti, sebagai tempat ilmu.
Iya
ngelmu ingkang denwadhahi, ana ing Hyang Manon, poma iku weling ingsun angger,
den agemi lawan den nastiti, tegese wong gemi, ywa kongsi kawetu.
Terjemahan
:
Ilmu
yang diwadahi, ada pada Tuhan, teristimewa sekali pesanku nak, hemat dan
telitilah, arti orang hemat, jangan sampai keluar.
Dene
ta tegese wong nastiti, saprentah Hyang Manon, den waspada sabarang ngelmune,
terusana lahir tekeng batin, ywa padudon ngelmu, lan wong liya iku.
Terjemahan
:
Adapun
arti orang teliti, akan semua perentah Tuhan, hendaknya waspada terhadap
sabarang ilmu, seyogyanya teruskanlah lahir sampai batin, jangan bercekcok
tentang ilmu, dengan orang lain.
Yen
tan weruh ngelmune Hyang Widi, tuna jenenging wong, upamane kaya kali akeh, ana
kali gedhe kali cilik, karsanira sami, anjog samudra gung.
Terjemahan
:
Jika
tidak mengetahui ilmu Tuhan, berarti rugi sebagai manusia, ibarat seperti
sungai banyak, ada sungai besar ada sungai kecil, kehendaknya sama, bermuara di
samudra raya.
Sasenengan
nggennya budhal margi, ngetan ana ngulon, ngalor ngidul saparan-parane, suprandene
samyanjog jaladri, ywa maido ngelmi, tan ana kang luput.
Terjemahan
:
Sesuka
hati orang mencari jalan, ada yang ketimur, kebarat ke utara ke selatan dan
kemana saja perginya, tetapi semua bermuara di laut, jangan mempercayai ilmu,
tak ada yang keliru.
Lir
kowangan kang cupet ing budi, sok pradondi kawruh, sisih sapa ingkang nisihake,
bener sapa kang mbeneraken yayi, densarwea pasthi, amung ngajak gelut.
Terjemahan
:
Ibarat
kumbang air yang berbudi picik, kadang bertengkar ilmu, bila salah siapakah
yang menyalahkan, bila benar siapa yang membenarkan dinda, jika singgung pasti,
hanya mengajak bergelut.
Papindhane
wong sumuci suci, iku kaya endhog, wujud putih amung jaba bae, njero kuning
pangrasane suci, iku saking warih, warna cilam-cilum.
Terjemahan
:
Ibarat
orang yang mengaku suci, seperti telur, berwujud putih hanya luarnya saja,
dalamnya kuning menurut perasaannya suci, itu dari air, berubah-ubah.
Wong
mangkana tan patut tiniru, yayah kayu growong, isinira tan liyan mung telek,
nadyan bisa tokak-tokek muni, tan pisan mangerti, ucape puniku.
Terjemahan
:
Orang
seperti itu tidak patut dicontoh, seperti kayu berlubang, isinya tidak lain
hanya tokek, sekalipun bisa berbunyi tekek-tekek, sama sekali tidak mengerti,
apa ucapanya itu.
Poma
yayi den angati-ati, ujar kang mangkono, den karasa punika rasane, rinasakna
sucine wong ngelmi, kang kasebut ngarsi, lir sucining kontul.
Terjemahan
:
Teristemewa
sekali dinda berhati-hatilah, kata seperti itu, rasakanlah hahekatnya,
rasakanlah kesucian orang berilmu, yang tersebut didepan, seperti kesucian
burung bangau.
Kicah-kicih
anggung saba wirih, angupaya kodhok, lamun oleh pinangan ing enggen, wus
mangkono watak kontul peksi, sandhange putih, panganane rusuh.
Terjemahan
:
Berulangkali
selalu pergi di tempat berair, mencari katak, jika telah dapat dimakan
ditempat, memang demikian perangai burung bagau, pakaiannya putih, makanannya
kotor.
Ywa
mangkono yayi wong ngaurip, poma wekas ingong, den prayitna rumeksa badane,
aywa kadi watak kontul peksi, mundhak niniwasi, dadi tanpa dunung.
Terjemahan
:
Dinda,
janganlah demikian orang hidup, teristemewa sekali pesan ku, berhati-hatilah
menjaga tubuh, jangan seperti perangai burung bangau, karena memyebabkan
celaka, sehingga tanpa tujuan.
Mituhua
pitutur kang becik, yayi den kalakon, nyingkir ana jubriya kibire, lan sumungah
aja anglakoni.
Terjemahan
:
Patuhilah
nasihat utama dinda, semoga terlaksana, singkirkan watak congkak dan takabur,
dan jangan pula angkuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar