A.
Kerajaan Medang
Pendiri Kerajaan Medang adalah Empu Sindok, keturunan
Raja Jawa Tengah terakhir dinasti Syailendra. Disini Empu Sindok meneruskan
cita-cita perjuangan leuhurnya termasuk dalam bidang kesusastraan, kesenian,
dan kebudayaan. Pada masa pemerintahan Empu Sindok antara tahun 801-809 çaka atau 929-947 Masehi, dikaranglaah
sebuah kitab Budha Mahayana yang bernama Sang
Hyang Kamahayanikam. Sezaman dengan kitab ini adalah Kitab Brahmandapurana, sebuah kitab agama Siwa (Poerbatjaraka,
1957: 5-6). J. Kats (1910) mengatakan bahwa Serat
Sang Hyang Kamahayanikam ini banyak berbahasa Sansekerta yang
dideskripsikan dalam bentuk bahasa Jawa Kuna. Cerita tentang dewa-dewanya mirip
dengan relief candi Candi Borobudhur. Serat
Brahmandapurana berisi tentang kosmologi, kosmogini, sejarah para resi dan
cerita pertikaian antar kasta (Gonda, 1933:329)
Penerus Kerajaan Medang selanjutnya adalah Prabu Dharmawangsa Teguh. Beliau adalah raja yang mumpuni, cakap, dan kreatif. Prabu Dharmawangsa Teguh yang memerintah antara tahun 913-929 çaka atau 991-1007 Masehi, pustaka sastra Jawa berkembang sangat pesat. Karya Sastra pada masa ini antara lain Serat Mahabharata, Uttarakanda, Adipaharwa, Sabhaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Asramawasaparwa, Mosalaparwa, Prasthanikaparwa, Swargarohana-parwa, dan Kunjarakarna (Poerbatjaraka, 1995:7-140). Cerita-cerita parwa ini merupakan derivasi dari epos Mahabharata yang dikenal pada masa raja Dharmawangsa. Isinya sebagai berikut :
1.
Adiparwa : Berisi sejarah dan silsilah keluarga Pandhawa dan Kurawa.
2.
Shaba Parwa : Berisi
tentang tipu daya Kurawa untuk mengenyahkan
Pandhawa.
3.
Wana Parwa : Bercerita
tentang pengembaraan para Pandhawa dalam hutan.
4.
Wirata Parwa : Bercerita
tentang penyamaran Pandhawa di Kerajaan Wirata.
5.
Udyoga Parwa : Bercerita
tentang usaha Pandhawa untuk memperoleh haknya atas Negara Astina.
6.
Bhisma Parwa : Kisah peperangan
Bhisma.
7.
Dhorna Parwa : Kisah peperangan Drona.
8.
Karna Parwa : Kisah peperangan Karna.
9.
Salya Parwa : Kisah
peperangan Salya.
10.
Sauptika parwa : Kisah
penyerbuan Aswatama ke Pandhawa.
11.
Stri Parwa :
Kisah para janda pahlawan perang yang meratapi nasib.
12.
Santi Parwa :
Kisah Wiyasa dan Kresna yang menghibur pandhawa agar mau mengatur Hastina.
13.
Anusasana Parwa : Kisah para
Pandhawa mendapatkan ilmu pemerintahan.
14.
Aswamadika Parwa : Kisah Yudhistira dinobatkan sebagai Maharaja Astina.
15.
Asrama Wasika Parwa : Kisah akhir hidup Destarata, Gendhari, dan Kunthi.
16.
Mausala Parwa : Kisah akhir hidup Kresna.
17.
Mahatprastanika Parwa: Kisah akhir hidup Pandhawa.
18.
Swargohana Parwa : Kisah
masuknya para Pandhawa ke dalam surga
Serat Bharatayuda Jarwa diciptakan Yasadipura I dengan inspirasi kakawin Mahabharata dan Kakawin Bharatayuda.
B.
Kerajaan Kahuripan
Pengganti Prabu Dharmawangsa Teguh adalah Airlangga. Nama
Kerjaan Medang kemudian diubah menjadi Kerajaan Kahuripan yang berasal dari
kata urip atau hidup. Sehingga
Kerajaan Kahuripan berarti kehidupan yang setara dengan Kerajaan setara dengan
Kerajaan Amarta milik Pandhawa.
Pada masa pemerintahannya, beliau meminta Empu Kanwa
menulis Kitab Arjunawiwaha. Empu
Kanwa merupakan cendekiawan kesayangan Raja Airlangga. Kakawin Arjunawiwaha termasuk sastra adiluhung sebagai persembahan
kepada yang mulia Raja Airlangga yang telah sukses berjuang memulihkan
stabilitas keamanan negeri Medang antara tahun 1028-1035. Sebagai karya agung, kakawin Arjunawiwaha telah mengalami
proses transformasi yang panjang dalam sejarah kesusastraan pewayangan sampai
sekarang. Serat Wiwaha Jarwa, Lakon
Begawan Mintaraga, dan Lampahan Begawa Ciptowening merupakan gubahan dari Kakawin Arjunawiwaha. Kitab
ini merupakan sastra puitis pertama kali yang bertanggal. Bila dipandang dari
sudut komposisi pada umumnya dan gaya bahasanya maka dalam syair ini akan
dijumpai sebuah contoh mengenai puisi kakawin
yang nyaris sempurna. (Zoetmulder, 1985:302). Kakawin Arjunawiwaha memberika metafora heroisme Airlanga dalam
perjuangan ibarat Arjuna yang berhasi memusnahkan perusak jagad, yaitu Raseksa
Niwatakawaca yang terkenal angkara murka. Renungan tentang kehidupan, nilai
estetika, etika filosofis banyak ditemui dalam karya Empu Kanwa itu. Dalam
penciptaannya, Empu Kanwa terlibat aktif dalam perjuangan Airlangga, sehingga
karyanya penuh penghayatan yang mendalam. Serat
Arjunawiwaha termasuk cerita Mahabharata
bagia angka tiga yaitu Wanaparwa. Kitab itu ditulis sekitar tahun 941-964 çaka (1019-1042 Masehi).
Kerajaan Kahuripan kemudian dibagi menjadi dua yaitu
Panjalu (Kediri) dengan ibukota Dahanapura dan Kerajaan Jenggala dengan Rajanya
Garasakan.
Dua kerajaan ini dalam kisah-kisah kesusastraan Jawa
mengilhami para pujangga untuk menciptakan karya romantis yaitu cerita Panji.
Cerita Panji mengisahkan perjalanan Panji Asmara Bangun yang menjalin asmara
dengan Dewi Sekartaji.
C.
Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri dulu memang gemar membina cendekiawan
untuk berolah cipta sastra. Salah satunya yaitu Empu Triguna yang hidup pada
masa pemerintahan Prabu Warsajaya di Kediri pada tahun 1026-1104 Masehi
(Poerbatjaraka, 1957:18). Karya Sastra yang diciptakannya adalah kakawin kresnayana yang dalam pewayangan
dikenal dengan Lakon Kresna Kembang atau
Kresna Maling. Selain Empu Triguna
ada juga pujangga lain yaitu yaitu Empu Manoguna seorang humanis yang
seangkatan dengan Empu Triguna. Empu Manoguna menulis kakawin Sumanasantaka, cerita yang bersumber dari Kitab Raguwangsa karya pujangga besar
India, Sang Kalisada. Sumanasantaka berasal
dari kata sumanasa = kembang dan antaka = mati. Artinya adalah mati oleh
kembang, Serat ini menceritakan
kelahiran Prabu Dasarata, raja Ayodya.
Pada masa pemerintahan Prabu Kameswara atau Hinu
Kertapati dengan permaisurinya Dewi Sekartaji atau Galuh Candra Kirana hidup
seorang pujangga bernama Empu Dharmaja. Karyanya yang terkenal adalah Kakawin Smaradhahana dan Kakawin Bhomakawya. Kitab Smaradhahana menceritakan
Batara Kamajaya terbakar. Kitab
Bhomakawya menceritakan peperangan antara Prabu Kresna dan Prabu Bhoma.
Dalam cerita pewayangan terkenal dengan lakon
samba juwing.
Pada zaman Prabu Jaya Baya kegiatan tulis menulis
berkembang pesat dengan dua pujangga ternama yaitu Empu Sedah dan Empu Panuluh.
Empu Sedah adalah pengarang Kakawin
Bharatayuda pada tahun 1079 çaka atau
1157 Masehi, dengan sengkalan berbunyi sanga
kuda suddha candrama (Poerbatjaraka, 1957:24). Karyanya tersebut
dipersembahkan kepada Prabu Jayabhaya, Mapanji Jayabaya, Jaya Bhaya Laksana atau
Sri Warmeswara. Prabu Jayabaya adalah raja Kediri yang paling masyur dan
memerintahl pada tahun 1130-1157 Masehi. Karena kepekaanya, Empu Sedah tidak
sanggup meneruskan Kakawin Bharatayuda ini,
kakawin ini diteruskan oleh Empu
Panuluh. Selain kakawin Bharatayuda Empu
Panuluh juga menulis kakawin Hariwangsa dan
Gathotkacasraya. Kakawin Hariwangsa ini berisi tentang kisah percintaan antara
Raja Dwarawati dengan Dewi Rukmini dan dipersembahkan kepada Prabu Jayabaya,
yang dipersonifikasikan sebagai titisan Batara Wisnu.
D.
Kerajaan
Singasari
Kekuasaan
Kerajaan Kediri pindah ke Tumapel atau Singosari tahun 1144 çaka atau 1222 Masehi. Para raja yang
pernah memerintah di kerajaan Singasari antara lain :
1. Ken
arok (1222-1247)
2. Anusapati (1247-1248)
3. Tohjaya (1248)
4. Wisnuwardhana (1248-1266)
5. Kertanegara (1266-1292)
Pada zaman Ken Arok
memerintah dengan gelar Prabu Girindrawangsaja, Empu Tanakung mengarang kitab Wrettasancaya dan Lubdhaka. Dengan demikian Kitab Wrettasancaya dan Lubdhaka ditulis setelah kekuasaan berpindah dari Kediri ke
Tumapel sekitar tahun 1144 çaka atau
1222 Masehi (Poerbatjaraka, 1957: 34-37). Serat ini berisi tentang pelajaran
persajakan, metrum, sekar ageng, dan
contoh-contohnya (Kern, 1875: 67). Sebagian besar isi serat ini dikutip dari Serat Ajipamasa karya Ranggawarsita. Serat Lubdhaka berisi tentang kisah
seorang pemburu yang berprofesi hina menurut pandangan agama, namun dia dapat
masuk ke dalam surga nirwana.
E.
Kerajaan
Majapahit
Kerajaan Majapahit
merupakan kerajaan nasional besar. Dibawah kepemimpinan Hayam Wuruk yang
dibantu oleh Mahapatih Gajah Mada, nusantara berhasil dipersatukan. Bahkan luas
Majapahit melebihi luas Indonesia saat ini. Pada zaman Majapahit perkembangan
kisah-kisah kesusastraan pesat sekali. Misalnya Parthayadnya, Nitisastra, Nirarthaprakreta, Dharmacunya, Haricraya,
Tantu panggelaran, Calon Arang, Tantri Kamandaka, Korawacrama, Pararaton,
Dewaruci, Sudamala, Kidung Subrata, Panji Anggreni, dan Sri Tanjung. Karya
sastra pada zaman Majapahit itu terdiri dari kitab-kitab Jawa Kuna yang
tergolong muda dan sebagian lagi berbahasa Jawa Tengahan.
Pujangga-pujangga yang hidup pada zaman Majapahit diantaranya adalah
Empu Prapanca. Beliau hidup pada masa pemerintahan Prabu Hayamwuruk. Karyanya
yang kondang adalah Kitab
Negarakertagama. Kitab ini menceritakan keadaan Kerajaan Majapahit yang
sudah mencapai zaman keemasan. Kitab ini ditulis oleh Empu Prapanca pada tahun 1286
çaka atau 1365 Masehi. Kitab lain
yang ditulis pada zaman Prabu Hayamwuruk adalah Kitab Arjunawijaya yang
mengisahkan peperangan antara Prabu Dasamuka dengan Prabu Danareja dan Kitab Sutasoma yang mengisahkan
perjalanan spiritual seorang putra mahkota kerajaan Hastina. Keduanya merupakan
karangan dari Empu Tantular. Pada masa Majapahit akhir banyak dibuat arca dan
relief Bima di Candi Sukuh, yang menggambarkan cerita Bima Bungkus dan Sudamala. Kitab
Nawaruci merupakan karya sastra yang berbahasa Jawa Tengahan. Kitab ini
ditulis pada tahun 1619 Masehi oleh Empu Nawaruci. Kitab Nawaruci ini merupakan karya sastra yang banyak terpengaruh
religious dari Hindu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar