Jumat, 11 Juli 2014

SASTRA BUDAYA PADA MASA KERAJAAN JAWA TIMUR


A.        Kerajaan Medang
Pendiri Kerajaan Medang adalah Empu Sindok, keturunan Raja Jawa Tengah terakhir dinasti Syailendra. Disini Empu Sindok meneruskan cita-cita perjuangan leuhurnya termasuk dalam bidang kesusastraan, kesenian, dan kebudayaan. Pada masa pemerintahan Empu Sindok antara tahun 801-809 çaka atau 929-947 Masehi, dikaranglaah sebuah kitab Budha Mahayana yang bernama Sang Hyang Kamahayanikam. Sezaman dengan kitab ini adalah Kitab Brahmandapurana, sebuah kitab agama Siwa (Poerbatjaraka, 1957: 5-6). J. Kats (1910) mengatakan bahwa Serat Sang Hyang Kamahayanikam ini banyak berbahasa Sansekerta yang dideskripsikan dalam bentuk bahasa Jawa Kuna. Cerita tentang dewa-dewanya mirip dengan relief candi Candi Borobudhur. Serat Brahmandapurana berisi tentang kosmologi, kosmogini, sejarah para resi dan cerita pertikaian antar kasta (Gonda, 1933:329)

Penerus Kerajaan Medang selanjutnya adalah Prabu Dharmawangsa Teguh. Beliau adalah raja yang mumpuni, cakap, dan kreatif. Prabu Dharmawangsa Teguh yang memerintah antara tahun 913-929 çaka atau 991-1007 Masehi, pustaka sastra Jawa berkembang sangat pesat. Karya Sastra pada masa ini antara lain Serat Mahabharata, Uttarakanda, Adipaharwa, Sabhaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Asramawasaparwa, Mosalaparwa, Prasthanikaparwa, Swargarohana-parwa, dan Kunjarakarna (Poerbatjaraka, 1995:7-140). Cerita-cerita parwa ini merupakan derivasi dari epos Mahabharata yang dikenal pada masa raja Dharmawangsa. Isinya sebagai berikut :
                                 1.            Adiparwa : Berisi sejarah dan silsilah keluarga Pandhawa dan                     Kurawa.
                                 2.           Shaba Parwa  : Berisi tentang tipu daya Kurawa untuk                                                              mengenyahkan Pandhawa.
                                 3.           Wana Parwa  : Bercerita tentang pengembaraan para Pandhawa                                               dalam hutan.
                                 4.           Wirata Parwa  : Bercerita tentang penyamaran Pandhawa di                                                         Kerajaan Wirata.
                                 5.           Udyoga Parwa        : Bercerita tentang usaha Pandhawa untuk                                   memperoleh haknya atas Negara Astina.
                                 6.           Bhisma Parwa         : Kisah peperangan Bhisma.
                                 7.           Dhorna Parwa        : Kisah peperangan Drona.
                                 8.           Karna Parwa           : Kisah peperangan Karna.
                                 9.           Salya Parwa            : Kisah peperangan Salya.
                                10.          Sauptika parwa       : Kisah penyerbuan Aswatama ke Pandhawa.
                                11.           Stri Parwa               : Kisah para janda pahlawan perang yang                                                             meratapi nasib.
                                12.          Santi Parwa            : Kisah Wiyasa dan Kresna yang menghibur                                  pandhawa agar mau mengatur Hastina.
                                13.          Anusasana Parwa    : Kisah para Pandhawa mendapatkan ilmu                                   pemerintahan.
                                14.          Aswamadika Parwa : Kisah Yudhistira dinobatkan sebagai                                          Maharaja Astina.
                                15.          Asrama Wasika Parwa : Kisah akhir hidup Destarata, Gendhari,                                  dan Kunthi.
                                16.          Mausala Parwa       : Kisah akhir hidup Kresna.
                                17.          Mahatprastanika Parwa: Kisah akhir hidup Pandhawa.
                                18.          Swargohana Parwa : Kisah masuknya para Pandhawa ke dalam                                                            surga
Serat Bharatayuda Jarwa diciptakan Yasadipura I dengan inspirasi kakawin Mahabharata dan Kakawin Bharatayuda.
B.        Kerajaan Kahuripan
Pengganti Prabu Dharmawangsa Teguh adalah Airlangga. Nama Kerjaan Medang kemudian diubah menjadi Kerajaan Kahuripan yang berasal dari kata urip atau hidup. Sehingga Kerajaan Kahuripan berarti kehidupan yang setara dengan Kerajaan setara dengan Kerajaan Amarta milik Pandhawa.
Pada masa pemerintahannya, beliau meminta Empu Kanwa menulis Kitab Arjunawiwaha. Empu Kanwa merupakan cendekiawan kesayangan Raja Airlangga. Kakawin Arjunawiwaha termasuk sastra adiluhung sebagai persembahan kepada yang mulia Raja Airlangga yang telah sukses berjuang memulihkan stabilitas keamanan negeri Medang antara tahun 1028-1035. Sebagai karya agung, kakawin Arjunawiwaha telah mengalami proses transformasi yang panjang dalam sejarah kesusastraan pewayangan sampai sekarang. Serat Wiwaha Jarwa, Lakon Begawan Mintaraga, dan Lampahan Begawa Ciptowening merupakan gubahan dari Kakawin Arjunawiwaha. Kitab ini merupakan sastra puitis pertama kali yang bertanggal. Bila dipandang dari sudut komposisi pada umumnya dan gaya bahasanya maka dalam syair ini akan dijumpai sebuah contoh mengenai puisi kakawin yang nyaris sempurna. (Zoetmulder, 1985:302). Kakawin Arjunawiwaha memberika metafora heroisme Airlanga dalam perjuangan ibarat Arjuna yang berhasi memusnahkan perusak jagad, yaitu Raseksa Niwatakawaca yang terkenal angkara murka. Renungan tentang kehidupan, nilai estetika, etika filosofis banyak ditemui dalam karya Empu Kanwa itu. Dalam penciptaannya, Empu Kanwa terlibat aktif dalam perjuangan Airlangga, sehingga karyanya penuh penghayatan yang mendalam. Serat Arjunawiwaha termasuk cerita Mahabharata bagia angka tiga yaitu Wanaparwa. Kitab itu ditulis sekitar tahun 941-964 çaka (1019-1042 Masehi).
Kerajaan Kahuripan kemudian dibagi menjadi dua yaitu Panjalu (Kediri) dengan ibukota Dahanapura dan Kerajaan Jenggala dengan Rajanya Garasakan.
Dua kerajaan ini dalam kisah-kisah kesusastraan Jawa mengilhami para pujangga untuk menciptakan karya romantis yaitu cerita Panji. Cerita Panji mengisahkan perjalanan Panji Asmara Bangun yang menjalin asmara dengan Dewi Sekartaji.
C.        Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri dulu memang gemar membina cendekiawan untuk berolah cipta sastra. Salah satunya yaitu Empu Triguna yang hidup pada masa pemerintahan Prabu Warsajaya di Kediri pada tahun 1026-1104 Masehi (Poerbatjaraka, 1957:18). Karya Sastra yang diciptakannya adalah kakawin kresnayana yang dalam pewayangan dikenal dengan Lakon Kresna Kembang atau Kresna Maling. Selain Empu Triguna ada juga pujangga lain yaitu yaitu Empu Manoguna seorang humanis yang seangkatan dengan Empu Triguna. Empu Manoguna menulis kakawin Sumanasantaka, cerita yang bersumber dari Kitab Raguwangsa karya pujangga besar India, Sang Kalisada. Sumanasantaka berasal dari kata sumanasa = kembang dan antaka = mati. Artinya adalah mati oleh kembang, Serat ini menceritakan kelahiran Prabu Dasarata, raja Ayodya.
Pada masa pemerintahan Prabu Kameswara atau Hinu Kertapati dengan permaisurinya Dewi Sekartaji atau Galuh Candra Kirana hidup seorang pujangga bernama Empu Dharmaja. Karyanya yang terkenal adalah Kakawin Smaradhahana dan Kakawin Bhomakawya. Kitab Smaradhahana menceritakan Batara Kamajaya terbakar. Kitab Bhomakawya menceritakan peperangan antara Prabu Kresna dan Prabu Bhoma. Dalam cerita pewayangan terkenal dengan lakon samba juwing.
Pada zaman Prabu Jaya Baya kegiatan tulis menulis berkembang pesat dengan dua pujangga ternama yaitu Empu Sedah dan Empu Panuluh. Empu Sedah adalah pengarang Kakawin Bharatayuda pada tahun 1079 çaka atau 1157 Masehi, dengan sengkalan berbunyi sanga kuda suddha candrama (Poerbatjaraka, 1957:24). Karyanya tersebut dipersembahkan kepada Prabu Jayabhaya, Mapanji Jayabaya, Jaya Bhaya Laksana atau Sri Warmeswara. Prabu Jayabaya adalah raja Kediri yang paling masyur dan memerintahl pada tahun 1130-1157 Masehi. Karena kepekaanya, Empu Sedah tidak sanggup meneruskan Kakawin Bharatayuda ini, kakawin ini diteruskan oleh Empu Panuluh. Selain kakawin Bharatayuda Empu Panuluh juga menulis kakawin Hariwangsa dan Gathotkacasraya. Kakawin Hariwangsa  ini berisi tentang kisah percintaan antara Raja Dwarawati dengan Dewi Rukmini dan dipersembahkan kepada Prabu Jayabaya, yang dipersonifikasikan sebagai titisan Batara Wisnu.
D.           Kerajaan Singasari
Kekuasaan Kerajaan Kediri pindah ke Tumapel atau Singosari tahun 1144 çaka atau 1222 Masehi. Para raja yang pernah memerintah di kerajaan Singasari antara lain :
1.     Ken arok                (1222-1247)
2.    Anusapati               (1247-1248)
3.    Tohjaya                 (1248)
4.    Wisnuwardhana      (1248-1266)
5.    Kertanegara            (1266-1292)
Pada zaman Ken Arok memerintah dengan gelar Prabu Girindrawangsaja, Empu Tanakung mengarang kitab Wrettasancaya dan Lubdhaka. Dengan demikian Kitab Wrettasancaya dan Lubdhaka ditulis setelah kekuasaan berpindah dari Kediri ke Tumapel sekitar tahun 1144 çaka atau 1222 Masehi (Poerbatjaraka, 1957: 34-37). Serat ini berisi tentang pelajaran persajakan, metrum, sekar ageng, dan contoh-contohnya (Kern, 1875: 67). Sebagian besar isi serat ini dikutip dari Serat Ajipamasa karya Ranggawarsita. Serat Lubdhaka berisi tentang kisah seorang pemburu yang berprofesi hina menurut pandangan agama, namun dia dapat masuk ke dalam surga nirwana.
E.            Kerajaan Majapahit
          Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan nasional besar. Dibawah kepemimpinan Hayam Wuruk yang dibantu oleh Mahapatih Gajah Mada, nusantara berhasil dipersatukan. Bahkan luas Majapahit melebihi luas Indonesia saat ini. Pada zaman Majapahit perkembangan kisah-kisah kesusastraan pesat sekali. Misalnya Parthayadnya, Nitisastra, Nirarthaprakreta, Dharmacunya, Haricraya, Tantu panggelaran, Calon Arang, Tantri Kamandaka, Korawacrama, Pararaton, Dewaruci, Sudamala, Kidung Subrata, Panji Anggreni, dan Sri Tanjung. Karya sastra pada zaman Majapahit itu terdiri dari kitab-kitab Jawa Kuna yang tergolong muda dan sebagian lagi berbahasa Jawa Tengahan.
Pujangga-pujangga yang hidup pada zaman Majapahit diantaranya adalah Empu Prapanca. Beliau hidup pada masa pemerintahan Prabu Hayamwuruk. Karyanya yang kondang adalah Kitab Negarakertagama. Kitab ini menceritakan keadaan Kerajaan Majapahit yang sudah mencapai zaman keemasan. Kitab ini ditulis oleh Empu Prapanca pada tahun 1286 çaka atau 1365 Masehi. Kitab lain yang ditulis pada zaman Prabu Hayamwuruk adalah Kitab Arjunawijaya  yang mengisahkan peperangan antara Prabu Dasamuka dengan Prabu Danareja dan Kitab Sutasoma yang mengisahkan perjalanan spiritual seorang putra mahkota kerajaan Hastina. Keduanya merupakan karangan dari Empu Tantular. Pada masa Majapahit akhir banyak dibuat arca dan relief Bima di Candi Sukuh, yang menggambarkan cerita Bima Bungkus dan Sudamala. Kitab Nawaruci merupakan karya sastra yang berbahasa Jawa Tengahan. Kitab ini ditulis pada tahun 1619 Masehi oleh Empu Nawaruci. Kitab Nawaruci ini merupakan karya sastra yang banyak terpengaruh religious dari Hindu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar