Senin, 07 Juli 2014

Makna Sinkretis Padusan sebagai Ritual Malem Pasa Masyarakat Bantul, Yogyakarta

Masyarakat Bantul, Yogyakarta merupakan masyarakat tradisional yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi. Berbagai bentuk tradisi seperti ritual maupun upacara-upacara adat masih lekat dalam kehidupan masyarakatnya. Sebab, masyarakat Bantul, Yogyakarta mempercayai mitos bahwa melanggar tradisi merupakan perbuatan yang ora elok. Sanksi terhadap pelanggaran nilai-nilai tradisi atau norma adat dapat berupa pengucilan atau harus melaksanakan syarat tertentu dalam rangka rehabilitasi diri.
Tradisi yang diyakini oleh masyarakat Bantul, Yogyakarta tidak dapat terlepas dari kepercayaan rakyat atau takhyul. Takhyul oleh orang berpendidikan Barat diartikan sebagai sesuatu yang pandir atau tidak berdasarkan logika sehingga tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Faktanya, tradisi-tradisi pada masyarakat Bantul, Yogyakarta mengandung berbagai macam filosofi yang tidak dapat dinalar oleh logika manusia. “ Keselamatan “ adalah alasan utama yang mendasari segala macam filosofi pada sebagian besar tradisi atau ritual di Jawa khususnya pada masyarakat Bantul, Yogyakarta.

Keyakinan tersebut akhirnya bermuara pada makna suatu tradisi pada masyarakat yang menganut kepercayaan rakyat atau takhyul. Takhyul tidak hanya melulu kepercayaan namun bisa mencakup kelakuan, pengalaman dan ada kalanya alat atau ungkapan (Brunvand, 1968)
Berangkat dari kepercayaan rakyat yang menjadi panutan masyarakat Jawa pada umumnya, suatu tradisi sebenarnya memiliki makna mendalam bagi masyarakat penganutnya. Sebagai objek kajian dalam makalah ini adalah masyarakat Bantul, Yogyakarta. Salah satu tradisi yang masih lekat dalam masyarakat ini adalah padusan.
Secara etimologis padusan berarti adus yang dalam bahasa Jawa berarti mandi. Sedangkan secara istilah padusan adalah suatu ritual membersihkan diri sebelum melaksanakan ibadah di Sasi Pasa. Masyarakat Bantul, Yogyakarta melaksanakan padusan sehari sebelum Sasi Pasa. Tempat-tempat yang biasa digunakan untuk padusan adalah Sendhang Kasihan, Tamantirto atau Pantai Parangtritis. Ritual ini dilakukan dengan cara membasuh seluruh anggota tubuh dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Sasi Pasa memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Bantul, Yogyakarta. Menurut salah seorang masyarakat, Sasi Pasa adalah bulan penuh berkah dimana Gusti Allah lebih dekat dengan umatnya. Maka, untuk memaksimalkan ibadah puasa mereka dilaksanakan ritual padusan. Padusan dilaksanakan dalam rangka mensucikan jiwa dan raga untuk melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh. Sasi Pasa merupakan bulan yang suci bagi umat Islam, maka padusan  merupakan jembatan yang memisahkan antara bulan biasa dengan bulan puasa. Makna ini kemudian berkembang menjadi makna keselamatan.
Keistimewaan Sasi Pasa bagi masyarakat Jawa tak terlepas dari mayoritas penduduknya yang beragama Islam. Berbagai ritual dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan dan antusiasme dalam menyambut datangnya bulan Puasa atau Sasi Pasa. Masyarakat Jawa yang menganuat Agama Islam khususnya beranggapan bahwa untuk memaksimalkan ibadah di bulan suci maka kita wajib mensucikan diri.
Mensucikan diri berarti membersihkan diri jiwa dan raga. Masyarakat Jawa khususnya masyarakat Bantul, Yogyakarta memiliki ritual khusus untuk mensucikan diri sebelum melaksanakan ibadah puasa yaitu padusan. Ritual ini dilakukan di sebuah sendhang atau sumber mata air yang dipercaya merupakan sumber mata air keramat dan disucikan oleh warga sekitar. Tidak ada doa khusus yang diucapkan dalam ritual ini, masyarakat hanya mengucapkan niat ingsun membersihkan jiwa dan raga dari segala kotoran dan dosa untuk melaksanakan ibadah.
Padusan sendiri memuat dua unsur kepercayaan yang dipadukan dalam ritual khusus tersebut. Perpaduan antara ritual kejawen dengan kepercayaan ibadah puasa dalam Islam membentuk akulturasi yaitu sinkretisme.
Menurut Prof. Dr. David Fernando Siagian, sinkretisme adalah perpaduan dari paham-paham, aliran-aliran atau agama-agama tertentu. Hal ini nampak pada perpaduan antara Islam dan Jawa yang terdapat dalam ritual padusan.
Sinkretisme yang terdapat dalam padusan memuat nilai-nilai adat istiadat yang kemudian berkembang menjadi tradisi. Masyarakat Jawa yang beragama Islam memaknai Padusan sebagai bagian dari tradisi kejawen yang memuat nilai-nilai religius. Sebab, padusan adalah ritual yang sekali lagi bermakna mensucikan diri untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.

Pengaruh kejawen yang melekat pada ritual ini dimaknai sebagai awal laku prihatin wong jawa. Di dalam masyarakat Bantul, Yogyakarta, puasa adalah salah satu bentuk laku prihatin yang dilakukan untuk mendapatkan keselamatan dan kehidupan yang layak. Dalam makna religious puasa berarti beribadah untuk Gusti Allah. Kedua aspek ini dipadukan dalam ritual yang memadankan Jawa-Islam dalam satu kegiatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar