“Ketahuilah adinda, bahwa Raja yang
memimpin negara adalah pemimpin masyarakat dan sekaligus rakyatnya. Raja
berkewajiban pula menjaga seluruh dunia. “
Sesanti tersebut merupakan pedoman
kepemimpinan ala Rama Wijaya. Seorang
tokoh Jawa ulung dalam sebuah epos ternama Ramayana yang disadur oleh
Yasadipura I. Sri Rama memaknai pemimpin negara sebagai penggerak masyarakat
dan rakyatnya. Konsep kepimpinan Raja Ayodyanegara tersebut adalah
kebijaksanaan. Dalam melaksanakan kebijaksanaan itu, seorang pemimpin harus
berpedoman pada beberapa hal. Seorang pemimpin bagi Sri Rama hendaknya
berpegang teguh pada kitab
suci. Ajaran kitab suci merupakan ajaran kebaikan yang akan mengantarkan
seorang pemimpin pada kawicaksanan. Salah
satu Pemimpin Indonesia pada masanya misalnya, yang berpedoman pada ajaran
Kitab Sucinya. Hal tersebut mendorongnya untuk senantiasa mengarahkan Bangsanya
pada masa-masa yang dirahmati.
Hal
kedua yang menjadi pertimbangan Sri Rama dalam ajarannya adalah pemeliharaan
aset-aset negara seperti rumah-rumah Ibadah, jembatan, jalan. Lalu hal yang
terpenting adalah pelestarian alam. Seorang pemimpin hendaknya bisa menjadi
penggerak konservasi alam. Menjaga dan melestarikan potensi Sumber Daya Alam
bersama rakyat. Penyimpangan pada ajaran tersebut pernah terjadi dalam
kehidupan Bangsa Indonesia, seorang pemimpin yang menggadaikan potensi alam
negaranya demi pundi-pundi devista.
Kepimpinan semacam itu yang menjadi keprihatinan Bangsa yang besar ini.
Kembali pada ajaran kawicaksanan
seorang pemimpin dalam pandangan Sri Rama. Selanjutnya adalah seorang
pemimpin yang demokratis. Pemimpin memiliki kewajiban abadi untuk menampung
aspirasi rakyatnya. Pemimpin tak bisa bersikap apatis pada keluh kesah rakyatnya, sebab kawicaksanan adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Negara Indonesia telah menerapkan sistem pemerintahan demokrasi. Berbagai
pandangan dikemukakan oleh berbagai tokoh akan keberhasilan sistem pemerintahan
ini, begitupun seorang Sri Rama.Tak dapat dipungkiri bahwa seorang pemimpin
membutuhkan armada perang yang akan menjaga ketahanan dan keberlangsungan
Bangsanya. Konsep tersebut dikemukakan Sri Rama sebagai konsep yang menghendaki
seorang pemimpin mampu menyusun armada ketahanan yang akan menjaga kesatuan
Bangsanya. Konsep kepemimpinan lain adalah kedisiplinan. Penerapan kedisiplinan
pada bawahan sangat dibutuhkan dalam hal ini. Berbagai upaya dilakukan dalam
rangka membentuk agen-agen pembangunan yang memiliki integritas dan
kedisiplinan yang tinggi. Sri Rama tak berhenti sampai disitu, pemimpin tak
boleh mabuk dengan gelimangan
kekayaan yang menaunginya. Berbagai bentuk godaan duniawi harusnya menjadi
alasan untuk berdermawan kepada rakyatnya khususnya pada Brahmana. Selain itu belas kasih dan kepedulian harus menjadi watak
utama seorang pemimpin dalam memayungi rakyatnya. Sehingga rakyat akan
memberikan respon positif. Dengan demikian terjadi keselarasan antara pemimpin
dan rakyatnya.
Selanjutnya yang paling utama
dari seorang pemimpin adalah hindarkan “anak emas” dalam sebuah kepemimpinan.
Hal ini akan berdampak buruk baik jangka pendek maupun jangka panjang dalam
keutuhan suatu Bangsa. Hingga pada akhirnya seorang pemimpin harus melimpahkan
seluruh curahan kasih sayang dan dedikasinya pada Bangsa yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin hendaknya mengerti kedukaan rakyatnya, memahami segala keluh
kesah rakyatnya, dan bersifat ngayomi.
Keprihatinan Bangsa ini
lagi-lagi berkisar pada munculnya “anak emas”. Budaya nepotisme menjadi hal yang wajar, berbagai bentuk kecurangan
terjadi di berbagai lembaga negara dari bawah hingga atas. Seolah-olah
kejujuran adalah hal tabu yang dianggap sok
suci. Sesungguhnya ini adalah sebuah penyakit yang harus dibasmi. Seorang
pemimpin hendaknya bersih dari segala macam bentuk KKN meskipun dalam hal kecil
sekalipun.
Bangsa Indonesia memiliki
prosentase korupsi cukup tinggi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
memberantas tikus-tikus yang meresahkan masyarakat tersebut. Namun faktanya
Sumber Daya Manusia Indonesia telah tergerogoti dengan trend KKN. Coba kita tengok lembaga pendidikan yang sudah mulai
menarik pegawai berdasarkan hubungan kekerabatan. Hal tersebut terjadi secara continue dari lembaga terendah dan pada
akhirnya pada lembaga tertinggi. Masyarakat dibuat buta dan bisu dengan iming-iming yang tidak seberapa,
selanjutya “ golongan atas “ yang akan kembali berkuasa.
Hal tersebut diatas disebabkan
oleh pemimpin yang mabuk dengan
deretan harta duniawi yang ditawarkan. Kawicaksanan
pemimpin pada era ini telah tergadaikan demi tahta dan harta. Agen-agen
pembangunan hanya mampu mendedikasikan omong kosong. Para pemuda berlomba-lomba
mengejar tahta dengan menghalalkan segala cara. Selanjutnya, menjadi tugas kita
sebagai agen perubahan untuk menghayati dan melaksanaan ajaran kawicaksanan Sri Rama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar