Cerita dimulai ketika Prabu Dasamuka
benar-benar marah dan frustasi, karena sepanjang Perang Brubuh Alengka, tak
sekalipun dia memperoleh kemenangan.
Hampir separo kekuatan Alengka telah tewas di medan pertempuran. Tak kurang dari Jambu Mangli, Katakiya,
Janggisrana, Wirakampana dan raksasa sakti lainnya telah tewas. Bahkan Patih Prahasta juga telah tewas ditangan
Anila. Kesedihan Dasamuka memuncak
ketika teringat bahwa Sarpakenaka yang kesaktiannya tiada tara juga telah mati.
Kekalahan
demi kekalahan yang menimpa Dasamuka ditimpakan pada sosok Gunawan Kurda
Wibisana. Dimata Dasamuka, dialah sumber
malapetaka karena telah bergabung dengan Prabu Rama. Gunawan Wibisana dianggap telah membocorkan
rahasia kekuatan Alengka. Dasamuka
berniat untuk berangkat sendiri memimpin pertempuran melawan Prabu Rama.
Hal ini dihentikan oleh putra-putra
Rahwana yang lain yaitu : Trisirah, Trikaya, Trinetra, Trimurda, Dewantaka dan
Narantaka. Mereka bertekad untuk meju ke medan laga demi menjaga wibawa Prabu
Dasamuka. Maka jadilah mereka berlima
diangkat menjadi Senapati Alengka untuk menumpas Rama dan prajurit keranya.
Sayangnya, merekapun tak berdaya
menhadapi kehebatan pasukan kera yang dipimpin oleh Prabu Rama. Mereka harus menerima kenyataan dalam
pertempuran membela keserakahan Prabu Dasamuka.
Tak pelak, kejadian ini membuat Dasamuka semakin murka. Kebenciannya pada Prabu Rama dan Gunawan
Wibisana semakin menjadi.
Disaat genting itulah, egoisme Rahwana
surut juga. Ia teringat kepada adiknya
yaitu Kumbakarna yang hingga saat ini masih bertapa (tidur) di Gunung Gohmuka.
Ia memerintahkan Indrajid untuk menghadirkan Satria Pangleburgangsa itu
kehadapannya. Tujuannya jelas, yaitu untuk dibujuk agar bersedia menjadi
senapati Alengka.
Pada
akhirnya Kumbakarna memanng bersedia menjadi Senapati Alengka. Akan tetapi bagaimana ceritanya? Bagaimana pula kedua anak kembar Kumbakarna,
yaitu Aswanikumba dan Kumbakumba juga tewas dalam pertempuran yang dahsyat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar